Senin, 30 Juni 2008

penyair 'gila'

Di sebuah daerah, ada seorang yang bernama Hamdun yang dianggap berkelakukan gila oleh sekitarnya. Entah dari mana asalnya, tak satupun dari penduduk daerah itu mengetahuinya. Tiba-tiba saja hadir disana. Kegilaannya biasa datang pada malam hari. Hamdun akan bersyair dalam kegilaannya.
Pada siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain dengan anak-anak. Penduduk kampung sudah biasa melihat tingkah lakunya. Mereka tidak khawatir pada anak mereka karena Hamdun tidak pernah menyakiti orang lain, terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil.
Ada saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka puasa. Setahu mereka, Hamdun tidak pernah terlihat berbuka siang hari. Tiada putus puasanya. Yang lebih mengherankan lagi, Hamdun tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia lebih suka tidur di emperan masjid di daerah itu. Ia selalu tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.
Suatu malam, kala kegilaannya datang Hamdun bersyair : “Wahai kekasih, padamu aku memuji, padamu aku berbakti, engkaulah yang aku cintai wahai kekasih, jangan kau tinggalkan aku, jangan kau benci aku, jangan kau cemburui aku karena cintaku hanya untukmu.” Setelah bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya, iapun mengakhiri syairnya dengan menangis.
Suatu hari, singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar dan mendekati Hamdun yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya. Tetapi Hamdun tetap saja nyenyak dalam tidurnya. "Wahai tuan yang sedang tidur, tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat dhuhur. Janganlah engkau lewatkan waktu sholatmu dengan tidur panjangmu," kata musafir itu sambil terus membangunkan Hamdun.
Hamdunpun akhirnya bangun dan menatap si musafir lalu berkata, "Apa pedulimu denganku. Aku sedang bermimpi bersama kekasihku. Tetapi engkau telah mengusik keasyikanku dengan sang kekasih,"
"Tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat untuk menyembah tuhanmu?" tanyanya. "Tuhan? Tuhan yang mana? aku tidak menyembah tuhan. Tiada sedikitpun kusimpan kata tuhan dalam hatiku. Tiada tuhan....Tiada tuhan.....!" jawabnya.
"Masya Allah, mengapa kau berkata seperti itu?" tanyanya lagi pada Hamdun. "Aku hanya memuja sang kekasih dan tiada tempat untuk tuhan dihatiku," tekannya dalam jawaban.
"Apakah agamamu, wahai tuan yang tidak bertuhan?" tidak percayanya sang musafir akan perkataan Hamdun.
"Aku? aku tidak beragama. aku hanya bercinta kasih. lalu apa agamamu?" baliknya bertanya.
"Tidakkah engkau lihat aku berada dalam masjid. Tentunya aku adalah seorang muslim," jelas musafir masih dalam kebingungan.
"Bila engkau muslim. Aku ingin bertanya dimanakah tuhanmu berada, wahai orang yang banyak tanya?" pertanyaan Hamdun ini membuat si musafir tiada dapat berkata-kata. Ia diam bagai seorang bisu. Lalu ia pergi meninggalkan Hamdun.
"Bah, engkau mengganggu tidurku saja. menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri tidak tahu dimana tuhanmu berada," kata Hamdun sambil melanjutkan tidur siangnya.
“Wahai kekasih...wahai kekasih, tidak kuat aku menahan kerinduan ini tiada sabar aku untuk berjumpa denganmu, tiada kuasa aku untuk menggapaimu, wahai kekasih...wahai pujaan hati, kegilaanku akan dirimu semakin menjadi, wahai kekasih...wahai dambaan hati, aku sebut selalu namamu dan kupatri dalam hatiku”
Musafir yang tadi siang membangunkannya, rupanya sedang mengamati dari kejauhan segala apa yang telah diperbuat Hamdun. Tidak percaya pada Hamdun yang syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya bahwa Hamdun adalah seorang yang gila. Karena rasa penasaran pada apa yang telah Hamdun perbuat tadi siang padanya, iapun berjalan mendekati Hamdun. Dan memberi salam, "Assalamu'alaikum, wahai Hamdun...?"
Hamdun menoleh dan membalas salamnya, "Alaikumussalam...".
"Sedang apakah engkau disini seorang diri?" tanya musafir.
"Aku sedang memuji kekasihku...," jawabnya.
"Apakah keperluanmu malam begini berada disini?"
"Aku sedang memperhatikanmu dari kejauhan....," jelasnya.
"Tidak adakah pekerjaan yang bermanfaat bagimu selain memperhatikanku dalam bersyair....," tanya Hamdun lagi.
"Aku hanya berpikir tentang isi dari syair indah yang engkau dendangkan, wahai Hamdun," jawabnya.
"Mengapa engkau tidak sholat menyembah tuhanmu?" tanya Hamdun sambil berdiri.
"Aku penasaran akan kata-katamu tadi siang yang membuat aku berpikir panjang dengan segala yang kau ucapkan. maukah engkau memberiku penjelasan dimana tuhan itu berada?" mohon musafir itu pada Hamdun.
"Selama ini engkau menyembahnya tetapi engkau sama sekali tidak tahu dimana ia berada. Sungguh sia-sia segala apa yang engkau kerjakan itu, wahai musafir.....," jelasnya.
"Tuhan itu banyak. Dan jangan sekali-kali lagi engkau berkata menyembah tuhan. Karena engkau akan berada dalam kesesatan. Engkau pasti bertanya mengapa aku tidak bertuhan dan mengapa tidak beragama, bukan?" musafir itu menganggukkan kepala.
"Aku tidak menyembah tuhan tetapi aku menyembah sang kekasih, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Mengapa aku mengatakan tidak beragama karena Allah tidak lagi memberatkannya padaku. Karena aku telah menjadi kekasihNya. Apapun yang Dia pilihkan padaku, itulah yang terbaik buatku. Walau neraka yang diinginkanNya untukku, aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta kasihNya. Untuk apa aku memilih sorga bila tidak bisa menjadi kekasihNya dan tidak bisa berjumpa serta melihat keindahan wajahNya yang Maha Indah itu. Aku ikhlas menerima kegilaanku karena ingin selalu bercinta denganNya. Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku. Inilah kesucian cinta yang Dia inginkan dariku," katanya menjelaskan pada musafir itu.
"Astaghfirullah ... Maha Suci Engkau, Ya Allah, dari segala prasangka buruk hambamu......," mohonnya pada Allah setelah mendengarkan penjelasan dari Hamdun.
"Tapi mengapa sewaktu aku menyuruhmu sholat tadi siang engkau menolak?" lanjutnya.
"Apakah setiap perbuatan selalu harus aku pamerkan kepada semua manusia? apakah engkau mengetahui kapan aku sholat tadi siang?" balik Hamdun bertanya.
"Tidak.....," jawabnya.
"Sesungguhnya amal yang baik adalah bila tangan kanan bersedekah tidak diketahui oleh tangan kirinya. Janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan karena itu semua akan menjauhkanmu dari Allah. Engkau akan memakan puji-pujian orang lalu engkau akan menjadi riya' karenanya. Bukankah tidak jauh dari daerah ini ada sebuah hutan? Aku pergi kesana untuk melaksanakan sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur. Agar orang melihat apa yang aku perbuat. Dan tetap seperti itu pandangan mereka," Hamdun menjelaskan.
"Lalu dengan apakah caranya engkau sholat bila tubuhmu engkau biarkan terbaring dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?" rasa ingin tahu musafir itu semakin menjadi.
"Aku memakai tubuh kekasihku. Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin," jawab Hamdun dan lanjutnya lagi.
"Besok siang, setelah sholat dhuhur lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid. Jangan sekali-kali engkau ganggu tidurku. Lalu pergilah engkau ke hutan sana"
"Baiklah..aku akan menuruti perkataanmu," musafir itu menyetujui permintaan Hamdun. Setelah memberi salam, iapun bergi meninggalkan Hamdun yang mulai bersyair lagi.
Keesokan harinya, setelah selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan Hamdun yang sedang nyenyak dalam tidurnya. dan iapun bergegas pergi menuju hutan yang dimaksud Hamdun semalam. Ia mencari-cari dimana Hamdun berada. Musafir itu sempat terkejut ketika mendapati Hamdun sedang melaksanakan sholat dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga selesainya Hamdun melaksanakan sholat. Setelah salam dan berdo'a, Hamdun mendekati musafir yang sejak tadi dalam kebingungan.
"Wahai Hamdun, aku tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid. Dan aku disini mendapati pula engkau yang bertubuh melaksanakan sholat. Padahal engkau katakan semalam bahwa engkau pergi kesini dengan memakai tubuh kekasihmu," jelasnya masih belum sadar dari kebingungannya.
"Wahai anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan Allah?" tanya Hamdun. musafir itu menggelengkan kepada. "Allah berkuasa pada semua orang pilihanNya. Tiada mustahil segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau punyai itu adalah mata kasar. Bila engkau mempunyai mata halus niscaya engkau tiada mendapati aku disana. Itu hanyalah bayanganku saja. Dan tubuh asliku yang sebenarnya ada disini, berada dihadapanmu. Mengapa pula aku katakan aku memakai tubuh kekasihku? Karena bila engkau melihat pada awal kejadian, bahwa sebenarnya tubuh ini hanya mendindingi kenyataan sebenarnya. Dinding itu akan hilang bila engkau telah menyerahkan segalanya pada Allah. Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau telah memakai pakaian sebenarnya yaitu pakaian ruh. Tetapi aku tidak bisa menjelaskannya padamu tentang segala sesuatu mengenai ruh. Karena ruh itu adalah urusan Allah. Mereka yang tidak mengerti akan menghalalkan darahku," jelasnya.
"Aku sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai Hamdun," kata musafir itu.
"Sekarang lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini," kata Hamdun sambil memperlihatkan sesuatu di balik jubahnya. Cahaya terang memancar dari dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjubnya akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan.
Tak berapa lama, ia sadar dari pingsan dan tidak mendapati lagi Hamdun disana. Iapun berlari untuk menemui Hamdun yang sedang terbaring nyenyak di depan masjid. Sesampainya disana, ia membuka selimut yang menutupi tubuh Hamdun. Betapa terkejutnya lagi ia karena dibalik selimut itu hanya didapati tumpukan-tumpukan batu.
"Masya Allah...Maha Suci Engkau, Ya Allah......," panjatnya dalam keheranan. "Ya Allah, siapakah Hamdun ini sebenarnya? siapakah orang yang misterius ini? Siapakah seorang penyair gila ini?" do'anya dalam hati.
Iapun pergi dengan membawa bermacam kebingungan. Dan selalu memohon petunjuk pada Allah siapa sebenarnya orang gila yang ia temui itu. Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, (QS 36:2) Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (QS 36:9). ***

revolusi di nusa damai

‘Anda harus sadar bahwa anda hanya diperalat saja oleh orang – orang Indonesia itu. Begitu mereka sudah merdeka, Anda pasti akan mereka lupakan. …..”

Kata – kata ini diucapkan oleh salah satu pengusaha Belanda yang mencoba membujuk supaya K’tut Tanri menghentikan kampanye Indonesia-nya di Australia sembari menawarkan 100.000 gulden ……… Setelah membaca buku ini perasaan saya kog agak nelangsa…….!!!!, Sepertinya setelah bertahun–tahun kata–kata tersebut di atas menjadi kenyataan, banyak dari kita yang sepertinya tidak tahu siapa dan bagaimana peran K’tut Tantri dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini…!! Seingat saya-pun di pelajaran sejarah masa sekolah dulu nama ini sama sekali tidak pernah disebut…!!!

Kita semua pasti mengetahui pertempuran Surabaya yang termasyur pada tanggal 10 November 1945. Kita juga diberitahu bagaimana pertempuran ini ’bergema” di penjuru dunia. K’tut Tanri ( pers menyebutnya Surabaya Sue ) lah yang berandil besar dalam hal ini dengan siaran bahasa Inggrisnya dari pemancar laskar pejuang pimpinan Bung Tomo . Sejarah kita juga mencatat bahwa pengakuan awal terhadap nation Indonesia datang dari Pemerintah Mesir dan 7 negara Arab. Tapi sejarah kita tidak mencatat bahwa K’tut Tanri lah yang berjasa ‘menyelundupkan” Abdul Monem utusan Raja Farouk dari Singapura ke Yokya menembus blokade Belanda untuk menyerahkan surat pernyataan tersebut kepada Presiden Sukarno.

Buku ini merupakan biografi K’tut Tantri. Pertama kali terbit 1960 dengan judul “Revolt in Paradise,” yang kemudian diterjemahkan dalam edisi Indonesia menjadi “Revolusi di Nusa Damai.” Sebuah otobiografi yang sudah diterjemahkan lebih dari 12 bahasa. Dalam penulisannya buku ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu : Melanglang Buana, Firdaus Yang Hilang, Berjuang Demi Kemerdekaan.

Perempuan bernama asli Muriel Pearson ini merupakan warga negara Amerika Serikat kelahiran Inggris, seorang seniman yang suatu siang di tahun 1932 menonton film, “Bali-The Last Paradise” di Hollywood. Begitu terkesannya, dia langsung jatuh cinta dengan Bali dan bertekad memulai hidup sebagai artis bohemian di sana. Bagian pertama buku ini menceritakan kisah perjalanan dia yang dimulai dengan mengendarai mobil dari Batavia (Jakarta) – Bali, jatuh cinta dengan alam Bali dan bagaimana akhirnya dia diangkat menjadi anak salah satu raja di sana yang memberinya nama K’tut Tantri.

Bagian kedua buku ini menceritakan jaman dimana Jepang berkuasa di Indonesia dan awal keterlibatan K’tut Tanri dalam gerakan bawah tanah, sampai akhirnya dia tertangkap dan dipenjarakan oleh Jepang. Diberi judul Firdaus yang Hilang karena menurut kesaksiannya apa yang indah dari bali pada waktu itu berangsur hilang, termasuk usaha hotelnya yang dirintis bersama beberapa orang Bali. Di bagian ini secara agak detail K’tut juga bercerita bagaimana persahabatannya dengan Anak Agung Nura, anak raja yang dianggap saudara olehnya yang pada situasi sulit di jaman ini berniat ’mengawini Tantri demi alasan kemanan diri Tanri.

Bagian terakhir buku ini mengisahkan hari – hari yang bersejarah bagi negeri ini, segera setelah kekalahan Jepang , Tantri dirawat oleh laskar pejuang selama beberapa waktu sampai sembuh di Mojokerto, … mengharukan membaca bagaimana para pejuang waktu itu menawarkan bahwa mereka siap mengawalnya kalau dia berkeinginan ke luar dari wilayah Indonesia mengingat apa yang telah dia lakukan dalam gerakan bawah tanah di Jaman Jepang meskipun mereka sendiri juga berharap bahwa Tantri bersedia menggabungkan diri dengan perjuangan mereka.

Pada akhirnya sejarah mencatat bahwa hari-hari berikutnya K’tut Tanri seperti yang belakangan dikatakan oleh Soekarno ’lebih Indonesia dibanding Inggris atau Amerika”. Membaca apa yang dia lakukan kita seolah nyaris tidak percaya bahwa dia bukan orang Indonesia… Pada waktu itu lewat siaran radionya pihak Belanda bahkan menawarkan 50.000 gulden bagi yang bisa menyerahkan K’tut Tanri. Periode ini juga mencatat bagaimana peran dia dari hari-hari disekitar pertempuran heroik Surabaya sampai peran dia di pusat republik waktu itu Yokya, dan persahabatan erat dia dengan bebeberapa pemimpin waktu itu. Buku ini bukan sebuah otobiografi dari perempuan super karena dalam beberapa kesempatan K’tut sendiri menuliskan ketakutannya ketika harus melakukan beberapa aksi intelejen, ataupun ketika menerobos blokade Belanda dengan berlayar dari Tegal ke Singapura sampai gerakan yang dia lakukan di Australia.

Yang sepertinya cukup berharga (karena sangat jarang literatur yang menyinggung mengenai topik ini) adalah kisah dia mengenai jalur penyelundupan indonesia – singapura yang waktu itu menjadi salah satu sumber utama pendanaan republik. Sungguh kebetulan kah kalau ternyata soal korupsi oleh aparat negara pada saat itupun sudah ada …dan dikisahkan dalam otobiografi ini?

Menurut saya buku ini cukup berharga sebagai sebuah dokumentasi sejarah, banyak hal yang tidak kita temui di dalam versi sejarah resmi kita. Lewat buku ini kita bisa merenung bahwa diatas sekat–sekat ”nasionalisme” ternyata ada nasionalisme yang lebih tinggi yaitu humanisme. Kisah K’tut Tantri menunjukkan bahwa kemerdekaan bangsa ini dahulu diperjuangkan dan didukung oleh banyak orang , … yang melihat kemanusiaan melebihi dari yang lain, kemanusiaan yang bisa melampaui dinding etnis, keyakinan ataupun budaya bahkan kebangsaan. Ditengah situasi polarisasi dan pengkotakan pada saat ini, kisah K’Tut Tantri bisa membuat kita kembali merenung tentang bagaimana bangsa ini dulu dibangun dan dipertahankan. K’tut Tantri meninggal pada 27 Juli 1997 di Sidney, Australia dengan perasaan cinta kepada Indonesia tidak pernah luntur. Peti matinya dihiasi bendera Indonesia dengan aksen Bali kuning dan putih. Seperti permintaanya, jasadnya diperabukan. Abu jenazahnya disebarkan di Pantai Bali. Sementara harta peninggalannya disumbangkan ke anak-anak Bali yang kurang mampu.