Kata – kata ini diucapkan oleh salah satu pengusaha Belanda yang mencoba membujuk supaya K’tut Tanri menghentikan kampanye Indonesia-nya di Australia sembari menawarkan 100.000 gulden ……… Setelah membaca buku ini perasaan saya kog agak nelangsa…….!!!!, Sepertinya setelah bertahun–tahun kata–kata tersebut di atas menjadi kenyataan, banyak dari kita yang sepertinya tidak tahu siapa dan bagaimana peran K’tut Tantri dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini…!! Seingat saya-pun di pelajaran sejarah masa sekolah dulu nama ini sama sekali tidak pernah disebut…!!!
Kita semua pasti mengetahui pertempuran Surabaya yang termasyur pada tanggal 10 November 1945. Kita juga diberitahu bagaimana pertempuran ini ’bergema” di penjuru dunia. K’tut Tanri ( pers menyebutnya Surabaya Sue ) lah yang berandil besar dalam hal ini dengan siaran bahasa Inggrisnya dari pemancar laskar pejuang pimpinan Bung Tomo . Sejarah kita juga mencatat bahwa pengakuan awal terhadap nation Indonesia datang dari Pemerintah Mesir dan 7 negara Arab. Tapi sejarah kita tidak mencatat bahwa K’tut Tanri lah yang berjasa ‘menyelundupkan” Abdul Monem utusan Raja Farouk dari Singapura ke Yokya menembus blokade Belanda untuk menyerahkan surat pernyataan tersebut kepada Presiden Sukarno.
Buku ini merupakan biografi K’tut Tantri. Pertama kali terbit 1960 dengan judul “Revolt in Paradise,” yang kemudian diterjemahkan dalam edisi Indonesia menjadi “Revolusi di Nusa Damai.” Sebuah otobiografi yang sudah diterjemahkan lebih dari 12 bahasa. Dalam penulisannya buku ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu : Melanglang Buana, Firdaus Yang Hilang, Berjuang Demi Kemerdekaan.
Perempuan bernama asli Muriel Pearson ini merupakan warga negara Amerika Serikat kelahiran Inggris, seorang seniman yang suatu siang di tahun 1932 menonton film, “Bali-The Last Paradise” di Hollywood. Begitu terkesannya, dia langsung jatuh cinta dengan Bali dan bertekad memulai hidup sebagai artis bohemian di sana. Bagian pertama buku ini menceritakan kisah perjalanan dia yang dimulai dengan mengendarai mobil dari Batavia (Jakarta) – Bali, jatuh cinta dengan alam Bali dan bagaimana akhirnya dia diangkat menjadi anak salah satu raja di sana yang memberinya nama K’tut Tantri.
Bagian kedua buku ini menceritakan jaman dimana Jepang berkuasa di Indonesia dan awal keterlibatan K’tut Tanri dalam gerakan bawah tanah, sampai akhirnya dia tertangkap dan dipenjarakan oleh Jepang. Diberi judul Firdaus yang Hilang karena menurut kesaksiannya apa yang indah dari bali pada waktu itu berangsur hilang, termasuk usaha hotelnya yang dirintis bersama beberapa orang Bali. Di bagian ini secara agak detail K’tut juga bercerita bagaimana persahabatannya dengan Anak Agung Nura, anak raja yang dianggap saudara olehnya yang pada situasi sulit di jaman ini berniat ’mengawini Tantri demi alasan kemanan diri Tanri.
Bagian terakhir buku ini mengisahkan hari – hari yang bersejarah bagi negeri ini, segera setelah kekalahan Jepang , Tantri dirawat oleh laskar pejuang selama beberapa waktu sampai sembuh di Mojokerto, … mengharukan membaca bagaimana para pejuang waktu itu menawarkan bahwa mereka siap mengawalnya kalau dia berkeinginan ke luar dari wilayah Indonesia mengingat apa yang telah dia lakukan dalam gerakan bawah tanah di Jaman Jepang meskipun mereka sendiri juga berharap bahwa Tantri bersedia menggabungkan diri dengan perjuangan mereka.
Pada akhirnya sejarah mencatat bahwa hari-hari berikutnya K’tut Tanri seperti yang belakangan dikatakan oleh Soekarno ’lebih Indonesia dibanding Inggris atau Amerika”. Membaca apa yang dia lakukan kita seolah nyaris tidak percaya bahwa dia bukan orang Indonesia… Pada waktu itu lewat siaran radionya pihak Belanda bahkan menawarkan 50.000 gulden bagi yang bisa menyerahkan K’tut Tanri. Periode ini juga mencatat bagaimana peran dia dari hari-hari disekitar pertempuran heroik Surabaya sampai peran dia di pusat republik waktu itu Yokya, dan persahabatan erat dia dengan bebeberapa pemimpin waktu itu. Buku ini bukan sebuah otobiografi dari perempuan super karena dalam beberapa kesempatan K’tut sendiri menuliskan ketakutannya ketika harus melakukan beberapa aksi intelejen, ataupun ketika menerobos blokade Belanda dengan berlayar dari Tegal ke Singapura sampai gerakan yang dia lakukan di Australia.
Yang sepertinya cukup berharga (karena sangat jarang literatur yang menyinggung mengenai topik ini) adalah kisah dia mengenai jalur penyelundupan indonesia – singapura yang waktu itu menjadi salah satu sumber utama pendanaan republik. Sungguh kebetulan kah kalau ternyata soal korupsi oleh aparat negara pada saat itupun sudah ada …dan dikisahkan dalam otobiografi ini?
Menurut saya buku ini cukup berharga sebagai sebuah dokumentasi sejarah, banyak hal yang tidak kita temui di dalam versi sejarah resmi kita. Lewat buku ini kita bisa merenung bahwa diatas sekat–sekat ”nasionalisme” ternyata ada nasionalisme yang lebih tinggi yaitu humanisme. Kisah K’tut Tantri menunjukkan bahwa kemerdekaan bangsa ini dahulu diperjuangkan dan didukung oleh banyak orang , … yang melihat kemanusiaan melebihi dari yang lain, kemanusiaan yang bisa melampaui dinding etnis, keyakinan ataupun budaya bahkan kebangsaan. Ditengah situasi polarisasi dan pengkotakan pada saat ini, kisah K’Tut Tantri bisa membuat kita kembali merenung tentang bagaimana bangsa ini dulu dibangun dan dipertahankan. K’tut Tantri meninggal pada 27 Juli 1997 di Sidney, Australia dengan perasaan cinta kepada Indonesia tidak pernah luntur. Peti matinya dihiasi bendera Indonesia dengan aksen Bali kuning dan putih. Seperti permintaanya, jasadnya diperabukan. Abu jenazahnya disebarkan di Pantai Bali. Sementara harta peninggalannya disumbangkan ke anak-anak Bali yang kurang mampu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar