Selasa, 09 Desember 2008

PETUALANGAN CINTA RAJA CABUL ROMAWI -- CALIGULA (3) -- Caligula Jadi Raja

(Sebelumnya)
Siang di kastil. Caligula sedang bermesraan dengan Drussila di kamar. Keduanya bak pengantin baru. Bercumbu dan bermain seks sepuas-puasnya. Tanpa perlu berpikir panjang, bahwa mereka adalah adik dan kakak.

Saat itulah pintu kamar diketuk dari luar. Ketika terbuka, muncul sesosok laki-laki gagah berseragam pasukan Romawi. Dia adalah Macro. Teman Caligula, yang datang untuk menyampaikan berita dari raja. Caligula dipanggil ke istana.
Raja sendiri sudah sangat tua dan sakit-sakitan. Kalau sampai raja mati, ada tiga nama yang berpeluang menggantikannya. Pertama adalah Caligula yang gagah dan cukup dewasa. Kedua adalah Gemellus, saudara tiri Caligula yang masih kecil. Dan ketiga adalah Claudius, Sang Paman yang terkesan bloon. Namun itu kapan? Sebab para tabib istana terus berjuang keras, agar raja jangan sakit apalagi meninggal dunia.
Hari itu, ketika usia Caligula tepat 24 tahun, raja kembali ambruk. Ia sakit akut. Berbagai kerabat mulai dikumpulkan, dan mereka diminta agar bersiap-siap jika terjadi sesuatu. Saat itulah raja yang terbaring lemah itu memanggil Caligula, dan memanggil juru tulis yang merangkap bendahara istana. Dengan terbata-bata raja memberi wasiat. Jika terjadi sesuatu, maka Caligula yang bakal menggantikannya.

Habis mengungkapkan wasiat itu, raja tak sadarkan diri. Suaranya lirih, tak jelas apa yang dimaui. Caligula pun berinisiatif untuk membiarkan raja sendirian. Ia menepuk tangan, dan seluruh kerabat yang ada pun keluar ruangan.

Kini di ruangan itu tinggal Caligula dan raja Tiberius yang terbaring koma. Saat kritis itu, Macro datang. Sebagai teman setia, Makro bersedia melakukan perintah Caligula, yakni membunuh sang raja. Ia mengambil sebuah selendang. Dengan benda itu raja dicekik hingga mati.

Setelah mengeksekusi raja, Macro beranjak pergi. Ia menyuruh agar Caligula mulai mengambil kekuasaan. Mengumpulkan seluruh kerabat, dan mengumumkan dukacita. Tapi Caligula belum melakukan itu. Ia kini yakin, kekuasaan sudah di tangan.

Balairung. Pesta besar sedang digelar. Para jenderal, senat, dan pembesar istana yang lain hadir. Hari itu Caligula naik tahta, menggantikan raja Tiberius yang meninggal. Ia akan mengumumkan susunan kabinetnya.

Ada banyak yang was-was. Muka-muka cemas menghinggapi para elit politik yang datang. Ada ketakutan di wajah mereka. Takut posisinya yang nyaman selama ini dicabut atau dibatalkan oleh raja baru. Hanya ada satu pejabat negara yang yakin dengan dirinya. Dia adalah Macro, teman sekaligus Menteri Pertahanan Romawi.

Caligula mondar-mandir di ruang utama. Tangannya menggenggam segebok aturan. Tanpa pengantar yang tertata, ia mulai berpidato. Suaranya menggema, terkesan gagap dan gugup. Saat itulah para jenderal mulai berisik.

Caligula sadar kemampuannya diragukan. Untuk menggaet simpati, dengan suara keras Caligula berjanji. Ia tetap memberi hak istimewa bagi para pejabat negara. Dan tetap mempertahankan struktur yang ada. Saat itulah tepuk sorak bergema. Mereka secara aklamasi mendukung raja yang baru itu.

Usai berpidato dan dikukuhkan sebagai raja baru, didampingi para menterinya, Caligula memeriksa pasukan bersenjata Romawi. Wajah-wajah para menteri itu kini ceriah. Mereka merasa posisinya telah aman. Kembali ikut menikmati kemewahan dan kemegahan fasilitas kerajaan.

Namun saat di ruang utama upacara, tiba-tiba Caligula mengajak semua menterinya berhenti. Ia mulai membuka kronologis kematian raja Tiberius. Tiba-tiba Caligula menuding Macro telah membunuh raja.

Macro kaget. Ia ditangkap. Macro tak berdaya. Laki-laki yang loyal terhadap Caligula itu pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia digelandang pergi. Dijatuhi hukuman mati. Habis menjerat Macro, Caligula kembali ke peraduan. Ia menyuruh pengawalnya memanggil Ennia, istri Macro. Wanita yang belum tahu nasib suaminya itu dengan langkah manja mendatangi Caligula. Ia bergelenjot di tubuh Caligula. Dalam bayangannya, tak lama lagi, ia bersama suaminya bakal menjadi orang terpenting dalam kerajaan Romawi, bersama Caligula, Sang Raja, kekasihnya.

Caligula membiarkan sikap manja Ennia itu. Laki-laki ini seperti biasanya, memainkan payudara wanita ini. Dengan ekspresi manja dan minta dipuasi, Ennia menyambut rayuan Caligula itu. Mereka mulai bercinta di sofa. Bergulingan. Bertindihan, untuk saling merangsang birahi.
Setelah itu disusul irama rutin berupa rintihan dan lenguhan selama hampir lima belas menit. Keduanya tergolek lunglai di ranjang. Caligula buru-buru mengenakan pakaian, disusul Ennia. Wanita ini agak keheranan dengan sikap Caligula kali ini. Sebab biasanya ia tak secepat itu. Laki-laki ini awal sampai akhir sangatlah romantis. Tapi hari ini tak seperti itu.

Saat Ennia dan Caligula masih bermesraan di sofa dalam keadaan berpakaian lengkap, pintu pun diketuk. Pintu dibuka para dayang. Saat sudah terbuka, maka di pintu itu berdiri beberapa menteri minus Macro. Ennia pun bertanya, dimana suaminya.

Menteri Pertahanan baru yang menjawabnya. Ia menerangkan tentang apa yang barusan terjadi. Mendengar itu Ennia kalap. Ia marah dan meludahi muka Caligula. Tapi apa yang terjadi? Tanpa ekspresi Caligula menyuruh agar Ennia juga dibawa serta. Wanita itu ikut dijatuhi hukuman mati. Para pengawal disuruh mengangkut Ennia bersama sofa yang habis dibuatnya bercinta.(Bersambung)

Tidak ada komentar: