(Sebelumnya)
Drussila masuk ke peraduan raja. Ia histeris melihat kakaknya sedang berperang melawan maut. Gadis ini merangkul kakaknya. Ia mengelap dahi raja yang dipenuhi keringat. Dan menciumi pipi raja yang terserang penyakit akut itu.
Para tabib yang ada di dekat raja mengingatkan Drussila agar tidak dekat-dekat raja.
Mereka berusaha agar gadis ini tak menyentuh tubuh raja. Sebab jika itu dilakukan, mereka takut gadis ini akan tertulari virus demam yang membawa maut itu.
Tapi Drussila tak perduli. Ia tetap melakukan itu. Malah saking tak perdulinya, gadis ini pun sampai lupa menjaga bagian tubuh terlarangnya agar tak dilihat orang.
Maka di balik rasa kasihan melihat raja yang sakit, para tabib dan menteri pun menarik nafas panjang. Mereka tergoda melihat kemaluan Drussila yang terbuka.
Gadis ini merangkul Sang Raja. Ia menciumi dengan sepenuh jiwa wajah Sang Kakak. Dan seperti biasa, dengan watak keibuan, gadis ini menyorongkan payudaranya. Dan kakaknya dengan rakus menciumi dan mengulum payudara Drussila seperti seorang bayi yang sedang netek.
Saat itulah Caligula mendapat ketenangan. Nafasnya tak lagi memburu. Dan ketakutannya menghadapi maut tak lagi nampak. Malah, dengan suara yang tenang ia meminta Longinus, bendahara istana untuk mendekat. Caligula ingin menuliskan surat wasiat, jika umurnya tak lagi panjang.
Menteri Keuangan yang berpenampilan aneh ini pun duduk di dekat Sang Raja. Dengan tertatih-tatih Caligula mulai mendikte. Ia mengatakan, bahwa segala harta benda dan kekuasaan yang ada akan jatuh ke tangan Drussila, jika sampai raja wafat. Dan ia ingin keputusan itu didukung oleh seluruh elit politik kerajaan Romawi.
Habis menulis surat wasiat itu, Caligula tidur tenang. Panasnya tetap menaik, keringatnya tetap membasahi sekujur tubuhnya, tetapi dari raut mukanya tampak, bahwa rasa sakit yang menimpa Sang Raja mulai berkurang. Namun benarkah Caligula akan mati akibat sakit demam? (bersambung/JOSS)
NB: Bagi yang belum dewasa dilarang membaca naskah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar