Minggu, 13 Juli 2008

Hukum Rokok


Rokok terbukti mengandung berbagai-bagai jenis bahan kimia berbahaya, diantaranya ialah nikotin. Menurut pakar atau ahli kimia, telah jelas dibuktikan bahwa nikotin yang terdapat dalam setiap batang rokok atau pada daun tembakau adalah ternyata sejenis kimia memabukkan yang diistilahkan sebagai candu.

Dalam syara pula, setiap yang memabukkan apabila dimakan, diminum, dihisap atau disuntik pada seseorang maka ia di kategorikan sebagai candu atau dadah kerana pengertian atau istilah candu adalah suatu bahan yang telah dikenal pasti bisa memabukkan atau mengandung elemen yang bisa memabukkan.
Dalam mengklasifikasikan hukum candu atau bahan yang memabukkan, jumhur ulama fikah yang berpegang kepada syara (al-Quran dan al- Hadith) sepakat menghukumkan atau memfatwakannya sebagai benda "Haram untuk dimakan atau diminum malah wajib dijauhi atau ditinggalkan".
Pengharaman ini adalah jelas dengan berpandukan kepada hujah-hujah atau nas-nas dari syara sebagaimana yang berikut ini: "Setiap yang memabukkan itu adalah haram" H/R Muslim.
Hadith ini dengan jelas menegaskan bahawa setiap apa sahaja yang memabukkan adalah dihukum haram. Kalimah kullu (ßõáøõ) di dalam hadith ini berarti "setiap" yang memberi maksud pada umumnya, semua jenis benda atau apa saja benda yang memabukkan adalah haram hukumnya.
Hadith ini dikuatkan lagi dengan hadith di bawah ini: "Setiap sesuatu yang memabukkan maka bahan tersebut itu adalah haram" (H/R al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud).
Hadith di atas ini pula telah menyatakan dengan cukup terang dan jelas bahwa setiap apa saja yang bisa memabukkan adalah dihukum haram. Pada hadith ini juga Nabi Muhammad s.a.w menggunakan kalimah kullu (ßõáøõ) yaitu "Setiap apa saja", sama ada berbentuk cair, padat, debu (serbuk) atau gas.
Mungkin ada yang menolak kenyataan atau nas di atas ini kerana beralasan atau menyangka bahwa rokok itu hukumnya hanya makruh, bukan haram sebab rokok tidak memabukkan. Mungkin juga mereka menyangka rokok tidak mengandung candu dan kalau adapun kandungan candu dalam rokok hanya sedikit.
Begitu juga dengan alasan yang lain, "menghisap sebatang rokok tidak terasa memabukkan langsung". Andaikan, alasan atau sangkaan seperti ini boleh diselesaikan dengan berpandukan kepada hadith di bawah ini: "Apa saja yang pada banyaknya memabukkan, maka pada sedikitnya juga adalah haram" (H/R Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah).
Kalaulah meneguk segelas arak hukumnya haram karena ia benda yang memabukkan, maka walaupun setetes arak juga hukum pengharamannya tetap sama dengan segelas arak. Begitu juga dengan seketul candu atau sebungkus serbuk dadah yang dihukum haram. Secebis candu atau secubit serbuk dadah yang sedikit juga telah disepakati oleh sekalian ulama Islam dengan memutuskan hukumnya sebagai benda yang dihukumkan haram untuk dimakan, diminum, dihisap (disedut) atau disuntik pada tubuh seseorang jika tanpa ada sebab tertentu yang memaksakan atau keperluan yang terdesak seperti darurat kerana rawatan dalam kecemasan.
Begitulah hukum candu yang terdapat di dalam sebatang rokok, walaupun sedikit ia tetap haram kerana dihisap tanpa adanya sebab-sebab yang memaksa dan terpaksa.
Di dalam sepotong hadith sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad s.a.w telah mengkategorikan setiap yang memabukkan itu sebagai sama hukumnya dengan hukum arak.
Seorang yang benar-benar beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w tentulah meyakini bahawa tidak seorangpun yang layak untuk menentukan hukum halal atau haramnya sesuatu perkara dan benda kecuali Allah dan RasulNya.
Tidak seorangpun berhak atau telah diberi kuasa untuk merubah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Nabi dan RasulNya kerana perbuatan ini ditakuti boleh membawa kepada berlakunya syirik tahrif, syirik ta'til atau syirik tabdil.
Hadith yang mengkategorikan setiap yang memabukkan sebagai arak sebagaimana yang di dimaksudkan ialah: "Setiap yang memabukkan itu adalah arak dan setiap (yang dikategorikan) arak itu adalah haram" (H/R Muslim).
Dalam perkara ini ada yang berkata bahwa rokok itu tidak sama dengan arak. Mereka beralasan bahwa rokok atau tembakau itu adalah dari jenis lain dan arak itu pula dari jenis lain yang tidak sama atau serupa dengan rokok.
Memanglah rokok dan arak tidak sama pada ejaan dan rupanya, tetapi hukum dari kesan bahan yang memabukkan yang terkandung di dalam kedua-dua benda ini (rokok dan arak) tidak berbeda di segi syara, karena kedua benda ini tetap mengandung bahan yang memabukkan dan memberi kesan yang memabukkan kepada pengguna atau penagihnya.
Meski sedikit atau banyaknya kandungan yang terdapat atau yang digunakan, yang menjadi perbincangan hukum ialah bendanya yang boleh memabukkan, ada yang dari jenis cair, serbuk atau gas. Apabila nyata memabukkan sama ada kuantitinya banyak atau sedikit maka hukumnya tetap sama, yaitu haram sebagaimana keterangan dari hadith sahih di atas.
Di hadith yang lain, Nabi Muhammad s.a.w mengkhabarkan bahwa ada di kalangan umatnya yang akan menyalahgunakan benda-benda yang memabukkan dengan menukar nama dan istilahnya untuk menghalalkan penggunaan benda-benda tersebut: "Pasti akan berlaku di kalangan manusia-manusia dari umatku, meneguk (minum/hisap/sedut/suntik) arak kemudian mereka menamakannya dengan nama yang lain" (H/R Ahmad dan Abu Daud).
Seseorang yang benar-benar beriman dan ikhlas dalam beragama, tentunya tanpa banyak persoalan atau alasan akan mentaati semua nas-nas al-Quran dan al-hadith yang nyata dan jelas di atas.
Orang-orang yang beriman akan berkata dengan suara hati yang ikhlas, melafazkan ikrar dengan perkataan serta akan sentiasa melaksanakan firman Allah yang terkandung di dalam al-Quran : "Kami akan sentiasa dengar dan akan sentiasa taat".
Tidaklah mereka mau mencontohi sikap dan perbuatan Yahudi yang dilaknat dari dahulu sehinggalah sekarang kerana orang-orang Yahudi itu apabila diajukan ayat-ayat Allah kepada mereka maka mereka akan menentang dan berkata : "Kami sentiasa dengar tetapi kami membantah".
Hanya iman yang mantap dapat mendorong seseorang mukmin sejati dalam mentaati segala perintah dan larangan Allah yang menjanjikan keselamatannya di dunia dan di akhirat.
Kalaulah Nabi Muhammad s.a.w telah menjelaskan melalui hadith-hadith baginda di atas bahwa setiap yang boleh memabukkan apabila dimakan, diminum atau digunakan (tanpa ada sebab-sebab keperluan atau terpaksa), maka ia dihukum sebagai benda haram dan ia dianggap sejenis dengan arak.
Penghisapan kadar nikotin yang terdapat di dalam rokok bukanlah sesuatu yang wajib atau terpaksa dilakukan. Sebaliknya, penghisapan rokok dimulai hanya karena inginmencoba-coba yang akibatnya menjadi ketagihan yang memaksa si penagih melayani kehendak nafsunya.
Dalam hal ini, tanpa sadar ia telah membeli penyakit dan menambah masalah, mengundang kematian dan tidak secara langsung ia telah melakukan kezaliman terhadap diri sendiri.
Bahan yang memabukkan telah disamakan hukumnya dengan arak oleh Nabi Muhammad s.a.w, disebabkan kedua benda ini memberi kesan mabuk dan ketagihan yang serupa kepada penggunanya. Melalui kaidah yang diambil dari hadith Nabi di atas, dapatlah kita kategorikan jenis nikotin yang terdapat di dalam rokok sama hukumnya dengan arak dan semua jenis dadah yang lain.
Kesimpulannya, rokok atau tembakau adalah haram karena nikotin membawa kesan mabuk atau memabukkan apabila digunakan oleh manusia. Bahkan efek nikotin berdampak buruk bagi kesehatan seseorang. Rokok pastinya menambahkan racun (toksin) yang terkumpul di dalam tubuh badan. sehingga menyebabkan sel-sel dalam tubuh seseorang mengalami kerusakan, membuka kepada serangan kuman dan bakteri.
Apabila pengambilan rokok yang mengandungi bahan yang memabukkan dianggap haram karena ia digolongkan sejenis dengan arak, oleh Nabi Muhammad s.a.w maka di dalam hadith dan al-Quran terdapat larangan keras dari Allah dan RasulNya:
Dari Abu Musa berkata : Bersabda Rasulullah saw : “Tiga orang tidak masuk syurga. Penagih arak, orang yang membenarkan sihir dan pemutus silaturrahmi" (H/R Ahmad dan ibn Hibban).
"Mereka bertanya kepada engkau tentang arak dan perjudian, katakanlah bahwa pada keduanya itu dosa yang besar". Al Baqarah:219.
"Hai orang-orang yang beriman, bahwasanya arak , judi, (berkorban untuk) berhala dan bertenung itu adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, sebab itu hendaklah kamu meninggalkannya semuga kamu beroleh kejayaan" (Al Maidah: 90).

Hadith di atas Nabi Muhammad s.a.w telah mengkhabarkan bahawa peminum arak tidak masuk dalam ayat di atas pula, Allah mengkategorikan arak (khamar) sejajar dengan berhala dan bertenung sebagai perbuatan keji (kotor) yang wajib dijauhi oleh akal sehat.
Perkataan "rijs" ini tidak digunakan dalam al-Quran kecuali terhadap perkara-perkara yang kotor dan jelek. Perbuatan yang buruk, kotor, tidak lain berasal daripada perbuatan syaitan yang sangat gemar membuat kemungkaran sebagaimana larangan Allah selanjutnya yang menekankan bahwa: "Sesungguhnya syaitan termasuk hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan judi itu dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mahu berhenti?" (Al Maidah: 91).
Justru itu Allah menyeru supaya berhenti dari perbuatan ini dengan ungkapan yang tajam : "Apakah kamu tidak mau berhenti?"
Seseorang mukmin yang ikhlas tentunya mengatakan seruan ini sebagaimana Umar r.a ketika mendengar ayat tersebut telah berkata: "Kami berhenti, wahai Tuhan kami, Kami berhenti, wahai Tuhan kami".
Utsman bin 'Affan r.a juga telah berwasiat tentang benda-benda yang memabukkan yang telah diistilahkan sebagai khamar "arak". Sebagaimana wasiat beliau: "Jauhkanlah diri kamu dari khamar (benda yang memabukkan), sesungguhnya khamar itu ibu segala kerosakan (kekejian/kejahatan)" (Tafsir Ibn Kathir Jld.2, M/S. 97).
Ada yang menyangka bahwa rokok walaupun jelas klasifikasinya dengan arak boleh dijadikan obat untuk mengurangkan rasa tekanan jiwa, tekanan perasaan, kebosanan dan mengantuk.
Sebenarnya rokok tidak pernah dibuktikan sebagai penawar atau dapat dikategorikan sebagi obat karena setiap benda haram apabila dibuktikan mengandungi bahan memabukkan maka tidak akan menjadi obat, tetapi sebaliknya sebagaimana hadith Nabi s.a.w: "Telah berkata Ibn Masoud tentang benda yang memabukkan : Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan obat bagi kamu pada benda yang Ia telah haramkan kepada kamu" (H/R al-Bukhari).
Waail bin Hujr berkata : Bahwa Tareq bin Suwid pernah bertanya kepada Nabi s.a.w tenang pembuatan arak, maka Nabi menjawab. Maka baginda bersabda : Penulis membuatnya untuk (tujuan) pengobatan. Maka Nabi bersabda : Sesungguhnya arak itu bukan obat tetapi penyakit" (H/R Muslim dan Turmizi).

Tidak ada komentar: