Jumat, 27 November 2009

NOVIYANTO AJI JADI RAJA


Ayahanda:
Anakku, lihatlah duniamu yang sekarang ini, semua berada pada puncaknya, ada kalanya manis dan indah bukan? Tetapi ketahuilah, bahwa puncak itu tak kan ada jika di bawahnya tak ada landasan yang kuat yang mendungkungnya. itulah ibarat rakyat kecil, itulah gambaran para budak dan hamba sahaya yang saat ini ada pada dirimu. Mereka adalah: tanganmu, kakimu, kepalamu, hidungmu, telingamu, matamu, mulutmu.

Bunda:
Oleh sebab itu, jikalau Tuhan memang mentakdirkan dirimu menjadi raja atas rakyat kecilmu, janganlah kau lupa kepada mereka yang menaikkan dirimu ke atas puncak dari segala puncak kemegahan warisan nenek moyangmu. Maka, cintailah dan hargailah rakyatmu, terutama mereka yang begitu mencintai dan menghargaimu. Nah, Anakku Noviyanto Aji, setelah ini akan kau bawa kemana mereka? Yah, itu semua tergantung kamu, Anakku...

Noviyanto Aji:
Ayah dan bunda, mohon ampun bila keputusan saya tak sesuai dengan keinginan ayah-bunda, namun demi pertimbangan kemanusiaan: saya berkeberatan untuk menerima mahkota dan singgasana kerajaan.
Bagi saya tidaklah penting siapa yang duduk di atas singgasana dan menjadi raja, sebab kunci pelepas kesengsaraan kaum pribumi, yaitu seluruh bangsa kita tidak terletak pada soal: siapa yang menjadi raja, namun jawaban atas satu pertanyaan: siapakah yang mau berjuang membebaskan rakyat kita ini dari kemiskinan, kebodohan, keruwetan dan segala permasalahan ini. Sejatinya, selama saya bisa mengejawantah pada rakyat saya, itulah sebenar-benarnya raja yang melebihi segala raja.

Tidak ada komentar: